Berita


background

Musyawarah Nasional SCI IV

Jul 14, 2018 in Organisasi

Bali (TROBOS). Bali kembali dipercaya sebagai tuan rumah pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Shrimp Club Indonesia (SCI). Acara Munas IV ini diselenggarakan pada 29 Agustus 2017,di The Anvaya Beach Resort Kuta Bali. Hajatan rutin lima tahunan itu mengambil tema ‘Sukses Budidaya, Rakyat Sejahtera, Devisa Meningkat’. Selain menggelar sejumlah seminar teknis budidaya udang, agenda utama acara Munas ini tidak lain memilih Ketua SCI periode 2017 – 2022.

 

Menurut, Ketua Panitia Munas SCI IV Hardi Pitoyo, pemilihan Provinsi Bali bukan saja karena kebetulan di Bali sedang ada event DAA10 di mana SCI sebagai salah satu bagian dari pelaksana, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah SCI dideklarasikan di Bali pada 9 Mei 2005 yang juga bertepatan dengan ajang budidaya internasional yaitu World Aquaculture Asociation (WAS) waktu itu. “Acara Munas kali ini SCI kembali ke Bali untuk melihat tempat kelahirannya,” imbuh Pitoyo.

 

Tidak hanya pengurus pusat yang hadir. Perwakilan dari 14 SC daerah juga turut serta. Ke 14 SC daerah tersebut yaitu SC Banyuwangi, SC Situbondo, SC Malang, SC Tuban, SC Bali, SC Lombok, SC Sumbawa, SC Lampung, SC Medan, SC Pontianak, SC Sulawesi, SC Jawa Barat dan Banten, SC Jawa Tengah, SC Yogyakarta. Selain itu, hadir juga perwakilan dari SC daerah yang akan dibentuk untuk wilayah Probolinggo, Bengkulu, Pacitan, Trenggalek, Tulung Agung, Muna, Madura, Aceh, Sumatera Selatan, dan  Bima.

 

Setelah melalui berbagai tahapan persidangan, Iwan Sutanto akhirnya terpilih kembali sebagai Ketua SCI untuk periode 2017 - 2022. Dalam sambutannya Iwan mengungkapkan, banyak sekali tugas, tantangan ke depan yang makin berat. “Makin banyak, makin berat persoalan kita perizinan dan regulasi. Terutama di daerah. Kita berharap semua akan jelas, pasti, kita ikuti prosedur,” kata Iwan.

 

Ia menambahkan, setelah Munas ini akan dipilih dan tim formatur siap membentuk kepengurusan baru dengan masukkan anak-anak muda yang bersedia. “Ini supaya energi kita makin kuat kedepannya menghadapi tantangan pengembangan usaha budidaya perudangan nasional,” ungkap Iwan.




 

 

Prospek Perudangan

Masih dalam sambutannya, Iwan mengatakan, potensi budidaya udang Indonesia sangat besar, bahkan terbesar di antara produsen udang dunia. Jika potensi ini dimanfaatkan secara lebih baik, arif dan rasional dengan menerapkan teknologi yang tepatt hasilnya akan menjadi salah satu pilar kebangkitan ekonomi nasional menuju masyarakat Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

 

“SCI berupaya mengorganisir secara rapi potensi yang ada dan menjembatani kepentingan dan permasalahan para petambak kepada mitra kerja dan pemerintah. Harapannya terciptanya iklim usaha yang kondusif sehingga dapat mengikuti trend perkembangan usaha budidaya dunia dan mampu memenuhi harapan pasar domestik dan internasional yang semakin ketat,” ujar Iwan.

 

Diakui oleh Iwan, di usianya yang ke 13 tahun dan periode kepengurusan ke empat, SCI telah mendapat banyak kepercayaan dan apresiasi dari berbagai pihak, terutama pemerintah dan mitra kerja terkait. ”Karena peran organisasi dan dedikasi anggota (pusat hingga daerah) yang sangat nyata dan jelas, yang terus menerus berkembang dan responsive terhadap permasalahan yang ada, bukan hanya untuk kepentingan pribadinya tetapi juga untuk kepentingan masyarakat dan NKRI,” tegas Iwan.

 

 

Tantangan Perudangan

Maskur, yang mewakili Dirjen Budidaya KKP sekaligus membuka acara menyatakan bahwa tantangan SCI ke depan menyangkut enam hal, Tantangan tersebut yaitu penyakit udang dan ikan lainnya yang semakin hari semakin banyak,  standar prosedur operasional, keamanan pangan, persaingan pasar bebas, lingkungan, fish health and animal welfare.

 

”Sampai hari ini, penyakit masih menjadi momok budidaya. Semakin hari semakin tahun semakin banyak. Saya pikir kita harus segera mengevalausi bagaimana status EMS. Pemerintah berkali-kali mengatakan bahwa kita bangsa Indonesia bebas dari EMS juga bebas dari TiLV.  Nyatanya, Indoensia adalah satu negara yang memiliki penyakit udang yang negara lain tidak punya yaitu IMNV. Jangan lupa bahwatransgo dari fish desease adalah non tariff  barrier sebagai hambatan perdagangan internasional,” papar Maskur.

 

Mengenai standar prosedur operasional, Maskur menjelaskan soal public sertivication dan privat sertivication. “Private sertivication itu seperti ASC, PRS, Global GAP, dan sebagainya. Kalau public sertivication adalah Good Aquaculture Services (GAS). Jangan lupa bahwa sekarang GAS sudah diperbaiki menjadi 4 pilar, yaitu food safety, aquatic health and animal welfare, environment dan social and economic yang kaitannya dengan keuntungan, kesejahteraan komunitas lokal,” terangnya.

 

Maskur berharap SCI bakal mampu menjadi partner pemerintah dalam menghadapi persaingan global dan merebut pasar internasional. “Kita perlu ada kerja sama industr udang yang terintegrasi dari hulu sampai hilir”, ujar Maskur.

 

Terakhir, Maskur mengajak SCI untk bersama-sama mewujudkan target produksi 2018 sebear 915.000 ton. “Ini termasuk PR-nya kita. PR-nya SCI. Kita harus bisa memberikan riil data. Kalau memang itu tidak bisa dicapai, ya mungkin perlu didiskusikan,” pungkas Maskur.trobos/ning

Berita Lainnya

Image
Jan 29, 2019
Live Streaming Simposium Budidaya Udang Vanamei 2019
Read More
Image
Jul 30, 2018
Shrimp Club Indonesia Peduli Gempa NTB
Read More